Menhut Diminta Segera Turunkan Tim ke Buluseuma

>> Serambi Indonesia 18 Mei 2008

BANDA ACEH - Kaukus Pantai Barat-Selatan (KPBS) dan Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Aceh mendesak Menteri Kehutanan (Menhut), MS Kaban segera menurunkan tim ke lokasi peningkatan jalan dari Keude Trumom-Buluseuma, Aceh Selatan.
Pernyataan itu disampaikan jurubicara KPBS, TAF Haikal dan Ketua Badko HMI Aceh, Amirruzzahri secara terpisah kepada wartawan, Sabtu (17/5) ketika menyikapi pernyataan Menhut, MS Kaban beberapa waktu lalu saat menerima delegasi Komisi B DPRA bersama pimpinan DPRK Aceh Selatan, Bupati Aceh Selatan, Husen Yusuf, dan tokoh masyarakat Buluseuma terkait peningkatkan jalan Buluseuma-Keude Trumon.

Menurut TAF Haikal, masyarakat Buluseuma sejak negeri ini merdeka 63 tahun lalu, kehidupan mereka sangat memprihatinkan dan nyaris belum menikmati hasil dari kemerdekaan. Kalau boleh saya katakan masyarakat daerah itu belum merdeka. Karena mereka masih terisolir akibat tidak memiliki akses dengan daerah lain, lantaran tidak ada jalan yang bisa menghubungkan, kata Haikal yang putra Bakongan ini.

Kalau memang Menhut telah berjanji akan meninjau kembali soal pengunaan lahan suaka marga satwa yang akan tereka pembangunan badan jalan Buluseuma-Keude Trumon. Saya kira tidak perlu ditunda-tunda lagi, dan segera wujudkan janjinya dengan menurunkan sebuah tim untuk melakukan penelitian, desaknya.

Haikal sependapat kalau alam ini harus dijaga terutama hutan dan makluk yang ada di dalamnya, karena kalau diganggu akan menimbulkan bencana bagi penghuni bumi ini sebab ekosistem telah rusak. Tetapi kalau sedikit lahan hutan dipergunakan untuk kemaslahan masyarakat yang ada disekitarnya seperti pembangunan jalan. Saya kira tidak akan menimbulkan bencana dan mengganggu satwa yang ada di dalamnya. Yang memibulkan petaka kalau hutan itu dirusak seluruhnya. Tolong masyarakat kami juga diperhatikan, jangan alasan hutan dan satwanya saja untuk dilindungi, lalu masyarakat kami dijadikan dikorban, saya tidak setuju, tandasnya.

Hal hampir senada juga diungkpakna Ketua Badko HMI Aceh, Amirruzzahri. Menhut harus segara menurunkan tim ke Buluseuma untuk meninjau lokasi peningkatan jalan dan melihat kondisi masyarakat setempat yang hidup tanpa akses transportasi darat sejak Indonesia merdeka, pintanya.

HMI Aceh juga memberikan apresiasi terhadap Bupati Aceh Selatan, Husen Yusuf, DPRA dan DPRK Aceh Selatan yang telah memperjuangkan pembangunan kembali jalan Buluseuma- Trumon demi menyelamatkan masa depan warga yang selama ini termarginalkan.

Selama puluhan tahun masyarakat kemukiman Buluhseuma tidak mendapatkan akses pelayanan kesehatan dan pendidikan yang memadai bahkan kondisi kesehatan dan pendidikan sangat memprihatinkan, katanya.

Menurutnya, penghentian peningkatan jalan sepanjang 16 kilometer itu disebabkan pembangunannya berada di dalam kawasan suaka marga satwa rawa Singkil yang dikuatirkan akan mengganggu kelestarian alam.

Dikatakan, tanpa mengesampingkan undang-undang lingkungan dan aspek kerusakan hutan. HMI melihat penyelamatkan jiwa dan masa depan masyarakat Buluhseuma jauh lebih penting, ketimbang menyelamatkan pohon dan binatang, tambahnya.(sup/ant)

Jangan Ada Kepentingan Kelompok

LSM Tanggapi Kelambanan APBA

Serambi Indonesia, 7 Mei 2008

BANDA ACEH - Kendati masa kerja tahun anggaran 2008 tinggal tujuh bulan lagi, namun pihak DPR Aceh belum juga mengesahkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (RAPBA) tahun ini. Lambatnya pengesahan RAPBA 2008 itu disebabkan adanya penambahan program dan kegiatan yang berakibat defisit anggaran sebesar Rp 1,8 triliun oleh kalangan dewan.
Karena itu, aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) mendesak agar jangan ada kepentingan kelompok atau individu tertentu dalam pembahasan dan pengesahan RAPBA 2008. Sebab, belum disahkannya tahun ini menunjukkan semakin buruknya kinerja anggaran Pemerintah Aceh.
Keterlambatan pengesahan RAPBA 2008 bukan disebabkan karena faktor yang bersifat substantif, tapi terindikasi kuat karena hal-hal yang bersifat kepentingan kelompok atau individu anggota DPRA. Jadi, untuk mempercepat pengesahan RAPBA, maka kepentingan-kepentingan kelompok atau individu harus dihilangkan, kata Koordinator GeRAK Aceh, Akhiruddin Mahjuddin, menjawab Serambi, kemarin.

Indikasi itu, menurutnya, tercermin dari adanya beberapa kali penambahan usulan program atau kegiatan oleh panitia anggaran (panggar) legislatif. Pagu anggaran yang awalnya disepakati Rp 7,7 triliun mengalami revisi sebanyak dua kali, yakni Rp 8,069 triliun dan Rp 8,513 triliun.

Dikatakan, penambahan program bukan saja mengakibatkan terjadinya defisit anggaran sebesar Rp 1,8 triliun, tapi juga berdampak pada semakin lamanya anggaran disahkan serta dapat dipastikan serapan anggaran akan makin kecil. Besarnya defisit anggaran menunjukkan orientasi anggaran kita pada inefisiensi dan pemborosan anggaran publik, apalagi jumlah tambahan program sebesar Rp 443,7 miliar terindikasi merupakan program titipan legislatif, jelas Akhiruddin.

Fenomena itu, lanjutnya, makin menunjukkan bahwa anggota DPRA lebih mengutamakan kepentingan kelompok dan individu dari kepentingan masyarakat Aceh. Harusnya yang dewan lakukan adalah mencermati secara teliti usulan program SKPA dan kemudian direvisi sesuai kebutuhan masyarakat Aceh, bukan malah menambah program yang pada akhirnya mengakibatkan pemborosan anggaran, timpal putra Bugis yang jebolan Fakultas Ekonomi Unsyiah ini.

Masa kerja yang hanya tinggal tujuh bulan lagi, sebut Akhiruddin, harusnya menjadi pertimbangan penting bagi DPRA untuk segera mengesahkan APBA 2008, bukan justru menambah usulan kegiatan. Padahal, keterlambatan pengesahan APBA 2008 akan berdampak pada terganggunya pelayanan publik serta pembangunan di Aceh.

Ia juga menjelaskan, anggaran yang seharusya dapat menstimulans sektor riil untuk memberikan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan bagi masyarakat Aceh tidak dapat tercapai. Hal ini, katanya lagi, juga akan mengganggu tercapainya tujuan program Pemerintah Aceh untuk menekan angka kemiskinan, angka pengangguran, angka kematian ibu dan bayi, angka gizi buruk, angka usia putus sekolah, serta tersedianya lapangan pekerjaan.

Kondisi ini, menurut Akhiruddin, juga akan mengakibatkan makin buruknya kualitas hidup masyarakat Aceh. Selain itu, keterlambatan pengesahan anggaran akan berdampak pada rendahnya kualitas proyek atau tidak sesuai dengan bestek, karena dikerjakan dengan tergesa-gesa. Dampak yang lain yaitu akan terjadi penunjukkan langsung pada pelaksanaan proyek yang pada akhirnya mendorong Pemerinthan Aceh ke dalam lubang korupsi dan kolusi, jelasnya.

Bahkan, tambah Akhiruddin, keterlambatan pengesahan mengakibatkan Aceh akan mendapat sanksi penundaan 25 persen Dana Alokasi Umum (DAU) serta pencairan Dana Alokasi Khusus (DAK). Akumulasi akibat yang ditimbulkan dari keterlambatan pengesahan APBA berakibat pada kerugian di pihak masyarakat Aceh. Kerugian masyarakat akibat kelalaian DPRA dan Pemerintah Aceh dapat dikategorikan sebagai kejahatan anggaran atau kejahatan kemanusiaan, katanya.

Karena itu, sambung Akhiruddun, GeRAK Aceh mendesak Pengesahan RAPBA 2008 demi kelancaran pelayanan publik dan pembangunan di Aceh, mengecam adanya tindakan yang menghambat pengesahan APBA 2008 dengan dalih masih banyak program yang perlu diusulkan, padahal usulan tersebut bukanlah mengakomodasi kepentingan rakyat, dan penambahan program dan kegiatan yang berakibat defisit anggaran sebesar Rp 1,8 triliun adalah tidakan irasional yang dipertontokan kalangan DPRA.

Terjadi penyimpangan

Pernyataan senada juga diungkapkan Juru Bicara Kaukus Pantai Barat-Selatan, TAF Haikal kepada Serambi, Selasa (6/5). Menurutnya, bila RAPBA tahun ini tak segera disahkan, maka berbagai akibat harus ditanggung oleh masyarakat Aceh.

Di antara akibat itu, sebutnya, masyarakat Aceh takkan mendapatkan pelayanan dan hak-hak dasarnya yang seharusnya diselenggarakan oleh Pemerintahan Aceh secepatnya. Ini adalah bagian dari pelanggaran hak-hak dasar rakyat. Apa pun alasannya, rakyat tetap tidak butuh yang muluk-muluk. Rakyat tak ingin lagi sebatas komitmen dan janji politik.

Bagaimana rakyat dapat mendapatkan pelayanan kesehatan yang murah bila anggaran belum juga disahkan? Bagaimana rakyat dapat menikmati pendidikan yang baik bila RAPBA tak juga tuntas hingga hari ini, ujarnya seraya menyatakan masyarakat butuh bukti nyata komitmen legislatif dan eksekutif bertanggung jawab dalam mengelola anggaran yang mampu mensejahterakan rakyat.

Selain itu, lanjut Haikal, makin lambat RAPBA 2008 disahkan, maka makin besar pula peluang terjadinya penyimpangan pengelolaan anggaran hingga tumbuh suburnya korupsi di Aceh. Bagaimana mungkin waktu yang singkat, dapat mengelola anggaran sebesar 8 triliun lebih secara efektif dalam masa tujuh bulan. Karena itu, kami menghimbau agar semua pihak beritikad baik dalam percepatan pengesahan RAPBA 2008, harapnya.

Percepatan pengesahan RAPBA, kata Haikal lagi, merupakan bagian dari upaya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah Aceh dan DRPA serta kelanggengan perdamaian di Aceh. Bahkan, sebutnya, rakyat juga berpikir bagaimana percepatan RAPBA tahun ini mampu membangun Aceh yang adil dan tak menimbulkan kesenjangan pembangunan antardaerah di Aceh.

Karena itu, Pemerintah Aceh dan DPR Aceh harus membuka mata hati, mata jiwa, perasaan, dan meninggalkan semua kepentingan politik dan golongan, sehingga tidak lahir kejahatan politik anggaran dalam RAPBA 2008, timpalnya.

Ia juga mengatakan, keterlambatan pengesahan RAPBA seakan menjadi pembenaran terhadap isu yang menyatakan adanya tarik-menarik kepentingan di antara para elite politik di Aceh. Rakyat berharap agar tarik-menarik kepentingan di balik terus molornya pengesahan RAPBA 2008 itu tidak digunakan untuk kepentingan partai politik sebagai persiapan pundi-pundi menjelang Pemilu 2009, tukas Haikal.

Agar kondisi seperti saat ini tak terulang lagi, tambah Haikal, untuk anggaran tahun depan ia sarankan agar adanya perencanaan pembangunan yang terintergrasi dilakukan bersama antara pemerintah provinsi dengan kabupaten/kota yang dimotori oleh masing-masing bappeda. Sehingga, apabila ada daerah yang terlambat menyusun rencana pembangunan, dia akan malu pada kabupaten di sekitarnya, begitu juga sebaliknya dengan provinsi, pungkas TAF Haikal. (jal)

Komite Khusus Mulai Beraksi

Serambi Indonesia 04/05/2008

Akta Syariat dan FUPP Akan Diluncurkan`
BANDA ACEH - Komite Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Aceh (KP2DTA), mulai melakukan aksi nyata untuk mempercepat pembangunan daerah-daerah tertinggal di Aceh. Dalam waktu dekat, komite khusus bentukan Gubernur Irwandi Yusuf ini, akan meluncurkan dua buah formulir pendataan berpola syariah, yaitu Formulir Akta Diri Syariah (FADS) dan Formulir Usulan Percepatan Pembangunan (FUPP) bagi masyarakat di daerah tertinggal. Selain itu, komite ini juga sedang mencari tim pengarah dan para ahli untuk menjalankan program mereka.
Ketua KP2DTA, H Muhammad Iwan Gayo, di Meuligo Gubernuran Aceh, kepada Serambi Sabtu (3/5) mengatakan, peluncuran dua formulir ini merupakan agenda awal KP2DTA untuk menjalankan fungsinya dalam mendata daerah tertinggal, sesuai surat keputusan (SK) Pemerintah Aceh. Disamping itu, badan ini juga akan mengadakan klarifikasi data keuangan pada Departemen Percepatan Dearah Tertinggal Republik Indonesia, terkait dana yang akan dialokasikan bagi pembangunan daerah tertinggal.

Dikatakan, tahap awal yang dilakukan adalah mendata korban konflik, bencana alam, bencana sosial, penyandang cacat dan para jompo. Kemudian dilanjutkan dengan pendatan monografi daerah tertinggal dan Aceh pedalaman, termasuk kawasan tengah dan barat-selatan, Tamiang, dan Aceh Utara. Maka diperlukan sebuah data akurat berpola syariah yang akan menjadi referensi Pemerintah Aceh dalam menentukan arah kebijakan pembangunan maupun pemberian bantuan.

Untuk itu, badan ini membentuk dua formulir masing-masing, FADS dan FUPP. Formulir Syariah akan dibagikan kepada setiap warga korban konflik maupun korban bencana alam sebagai referensi data Pemerintah Aceh pada tahap-tahap selanjutnya. Sementara Formulir Usulan Pembangunan akan dibagikan kepada setiap kampung di kawsan tertinggal. Khusus untuk Akta Syariah, korban konflik diharuskan menyantumkan nama wali sesuai dengan pola syariah. Selanjutnya, akta bermaterai ini akan ditandatangani oleh gubernur dan para saksi yang terdiri dari empat elemen pemerintahan kampung masing-masing, kepala kampung, imum kampung, BPK kampung, dan tokoh masyarakat setempat.

Sedangkan Formulir Usulan Percepatan Pembangunan akan diberikan kepada setiap kepala kampung. Formulir ini juga akan diisi dan ditandatangani empat elemen kampung dan gubernur. Dalam formulir ini akan termaktub hal-hal yang perlu dibangun di daerah misalnya, sarana air bersih, transportasi, kesehatan dan pembangunan lainnya. Pada gilirannya, formulir ini akan mewakili hasil Musrenbang di tingkat kampung.

Iwan Gayo juga mengatakan, kepengurusan KP2DTA telah terbentuk, anggotanya terdiri dari lima orang, meliputi ketua wilayah barat-selatan, utara-timur, tengah dan pedalaman serta dua orang sekretaris.(gn)

Jelang Tugas Besar, Konsep Iwan Gayo Ngambang

Serambi Indonesia, 16/04/2008
BANDA ACEH - Iwan Gayo yang akan diberi tugas besar oleh Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf untuk memimpin Komite Khusus Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (KKP2DT) dinilai tidak memiliki konsep yang jelas. Padahal konsep dalam bentuk program dan strategi untuk menggenjot pembangunan di daerah tetinggal itu sangat diperlukan.Penilaian itu disampaikan oleh sejumlah tokoh yang menghadiri diskusi terbatas tentang konsep pembangunan daerah tertinggal di Sekretariat Forum LSM Aceh, Ulee Kareng, Selasa (15/4). Diskusi itu menghadirkan dua pembicara, masing-masing Iwan Gayo (calon Ketua KKP2DT) dan Azwar Abubakar (mantan Wagub Aceh).
Pesertanya, antara lain Dr Islahuddin (Pembantu Dekan I Unsyiah), Syaifuddin Bantasyam SH MA (dosen hukum Unsyiah), Islamuddin (Wakil Walikota Sabang), Ali Amin SE (dosen ekonomi Unsyiah), Muslamuddin Daud (staf Word Bank), De Roni, Fajran Zein, dan TAF Haikal (Juru Bicara Kaukus Pantai Barat-Selatan).
Dalam pemaparannya, Iwan Gayo terlihat cenderung mengulas tentang keterbelakangan kawasan pedalaman wilayah tengah meliputi Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara. Menurutnya, kondisi ini terjadi akibat pemerintahan yang ada selama ini dinilai tidak memperhatikan wilayah tersebut, bahkan lebih memperhatikan wilayah pesisir.

Apakah kami bukan orang Aceh. Kok diperlakukan tidak adil seperti ini selama bertahun-tahun. Maka dengan ide cemerlang dari Gubernur Irwandi membentuk komite khusus ini, kita berharap pembangunan di daerah tertinggal bisa digenjot, katanya. Dalam pemaparannya, Iwan tidak menjelaskan bagaimana konsep dan strategi komite khusus yang akan dipimpinnya itu untuk mempercepat pembangunan daerah tertinggal di 23 kabupaten/kota di Aceh. Ia hanya mengatakan, kalau gubernur mempercayakan dirinya memimpin komite itu, pihaknya akan mengawali dengan melakukan pendataan jumlah orang miskin, catat, korban konflik dan bencana alam. Bila tidak ada data saya tidak mau bekerja, tapi kalau data itu sudah ada baru saya bekerja. Kita juga akan tempatkan petugas pendataan untuk setiap kecamatan satu orang di seluruh Aceh, katanya. Dengan nada memuji diri sendiri, Iwan Gayo juga mengatakan, soal pendataan dirinya sudah sangat berpengalaman. Selama satu setengah tahun saya kembali ke Aceh setelah 40 tahun berada di Jakarta, saya sudah mengelilingi seluruh Aceh. Kondisinya masih banyak daerah yang tertinggal dan ini memprihatinkan, katanya sembari mengakui sudah memiliki seluruh data tentang kondisi Aceh saat ini.

Tak jelas konsep

Hampir seluruh peserta mendukung pembentukan komite khusus ini, tetapi mereka sangat menyayangkan belum adanya konsep visi/misi dan strategi yang jelas. Ketika beberapa peserta bertanya mengenai konsep dan strategi yang akan dilakukan komite ini nantinya, Iwan Gayo tidak bisa memberi penjelasan yang konkret. Komite ini akan diberi tugas dan wewenang yang luas oleh gubernur nantinya, bahkan bupati pun boleh saya jewer kalau tidak becus bekerja, katanya.

Jurubicara Kaukus Pantai Barat-Selatan, TAF Haikal ketika menanggapi pernyataan Iwan Gayo mengatakan, sebenarnya pembentukan komite ini oleh gubernur sangat politis, karena ide ini digelindingkan untuk meredam gejolak tuntutan pemekaran dan suara ketidakadilan dalam pembangunan. Tetapi di sini bagaimana kita mainkan peran mengubah politis menjadi startegis. Sebenarnya komite tidak perlu menjewer bupati, tetapi harus mampu bekerjasama. Untuk soal data gunakan yang sudah ada di kabupaten/kota dan Bappeda, katanya.

Syaifuddin Bantsyam juga menyatakan sangat kecewa dengan pemaparan Iwan Gayo soal komite tersebut. Memang terlalu dini menilai komite yang akan dipimpin Iwan Gayo dapat bekerja baik atau tidak. Sebab publik tidak tahu visi dan misi kerja Iwan atau tim tersebut, katanya.

Lain lagi penilaian Dr Islahuddin. Menurutnya, komite ini memang sangat memungkinkan untuk dibentuk karena UUPA juga mengamanahkan. Soal anggaran tim ini bisa menggunakan dana otsus dan migas. Tetapi yang penting harus ada konsep yang jelas dulu, katanya.(sup)