Pemerintah Aceh tidak Sense of Crisis Barat-Selatan, Tragedi Rakit Lamno Memilukan dan Memalukan


Berbagai kalangan di Aceh, terutama yang berada di wilayah barat-selatan menilai musibah terbalik rakit di aliran Krueng Lambeusoe (Alue Mie-Teumareum), Kecamatan Jaya (Lamno), Kabupaten Aceh Jaya yang merenggut tiga nyawa, Minggu (21/3) bukan saja memilukan tetapi juga memalukan.

“Kita malu dengan masyarakat luar, karena di tengah hebatnya teknologi yang terkait prasarana dan sarana transportasi, ternyata masih ada warga Aceh yang meninggal akibat terbalik rakit. Kejadian ini juga mengindikasikan betapa lemahnya proteksi pemerintah terhadap kenyamanan dan keselamatan masyarakatnya,” tulis Direktur Acehnese Solidarity for Humanity (ASoH) Meulaboh, Fitriadilanta dalam siaran pers-nya yang diterima Serambi, Senin (22/3).

Tanggapan terhadap tragedi rakit Lamno juga disampaikan Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS), TAF Haikal. Menurut penilaian TAF Haikal, Pemerintah Aceh tidak sense of crisis barat-selatan. “Apa yang terjadi (tragedi rakit Lamno), bukan sesuatu yang terjadi tiba-tiba tetapi proses yang tidak ditangani dan dikoordinasikan dengan baik sehingga berdampak pada tertundanya pembangunan jalan dan jembatan di lintas Banda Aceh-Calang,” kata Haikal. “Ini juga terjadi ketika penanganan jembatan Kartika di jalur alternatif, yang prosesnya sangat lamban, bahkan sempat memunculkan masalah pada kebutuhan bahan pokok masyarakat,” lanjut Jubir KPBS ini.

Tanggapan juga disampaikan Ketua Komisi D DPRA, Ir Jufri Hasanuddin. Jufri mengaku sangat sedih mendengar kabar terbaliknya rakit di Lamno yang mengakibatkan tiga orang tewas. “Ini tragedi kemanusian yang sangat menyayat hati masyarakat pantai barat-selatan,” ujar Jufri. Jufri menyatakan, Gubernur Irwandi tidak cukup hanya sebatas memerintahkan Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi, Informasi dan Telematika (Kadishubkomintel) Aceh melakukan pemeriksaan rakit dan jembatan yang tidak layak di seluruh Aceh, agar diperbaiki atau dikeluarkan instruksi larangan melintas.

“Tidak cukup itu, tetapi harus ada tindakan konkret untuk mempercepat penyelesaian pembangunan jalan dan jembatan Banda Aceh-Meulaboh. Saya lihat pemerintahan sekarang hanya terkejut saat ada kejadian, setelah itu kembali diam,” ujar Jufri yang putra Abdya ini. Dalam penilaian Jufri, kalau Pemerintah Aceh serius dan fokus terhadap proyek pembangunan jalan USAID, dipastikan penyelesaiannya tidak berlarut-larut, dan kejadian seperti terbalik rakit bisa dihindari.

Sangat tradisional
Dalam penilaian Direktur (ASoH) Meulaboh, Fitriadilanta, tragedi rakit Lamno bisa pula dianggap sebagai bentuk kegagalan Pemerintah Aceh dalam memenuhi kebutuhan publik. “Kami di barat-selatan Aceh hingga hari ini masih ada yang mati secara sangat tradisional, seperti terbalik rakit, diinjak gajah, diterkam buaya, jatuh dari jembatan gantung, atau diterkam harimau. Entah sampai kapan cara-cara mati seperti ini bisa berakhir,” kata Fitriadilanta.

Sikap KPBS
Terkait dengan musibah rakit Lamno, Kaukus Pantai Barat-Selatan meminta Pemerintah Aceh mengambil langkah-langkah antisipasi dan penanganan bagi kelurga korban yang tertimpa musibah. Selain itu, dinas terkait harus segera mengambil langkah-langkah konkrit yang terkait dengan teknis di lapangan untuk mencegah jatuhnya korban selanjutnya.

Kaukus Barat-Selatan juga mendesak pihak USAID segera melanjutkan dan mempercepat proses pembangunan jembatan dan jalan di jalur Banda Aceh-Calang. “Menyedihkan sekali. Sudah hampir enam tahun pascatsunami, namun kawasan barat-selatan masih menggunakan rakit sebagai moda transportasi. Kami menaruh harapan besar kepada semua pihak untuk lebih peduli kepada kawasan pantai barat-selatan Aceh yang hingga kini berbagai infrastuktur dasar belum juga tertangani secara baik,” demikian Haikal.(c47/sup)

Sumber serambi Indonesia
edisi 23 Maret 2010

Tidak ada komentar: