BRR Harus Tuntaskan 746 Rumah Terbengkalai di Simeulue

Analisa
Jum`at, 5 September 2008

Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias, harus menuntaskan terlebih dahulu realisasi atas pembangunan bantuan perumahan bagi warga korban bencana alam gempa dan tsunami, sebelum habis masa peralihan kerja ke Pemerintahan Aceh di medio April 2009.

Sebab berdasarkan hasil penulusuran lapangan, diketahui hingga saat ini ada 746 unit bantuan perumahan di Kabupaten Simeulue yang terbengkalai dan tidak dilanjutkan lagi pekerjaannya di lapangan.

“GeRAK Aceh dan Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh mendesak BRR untuk segera memperbaiki semua bangunan dan perumahan warga, baik yang rusak pada waktu gempa maupun bencana tsunami sebelum berakhirnya masa kerja BRR NAD-Nias di Aceh. Sementara desain rumah yang harus diterima masyarakat perlu dilakukan perancangan bangunan yang tahan gempa, sebab wilayah Simeulue adalah salah satu kawasan yang rawan dengan bencana,” ujar TAF Haikal, Jurubicara KPBS Aceh, kepada wartawan di Banda Aceh, Kamis (4/9).

Dijelaskannya, berdasarkan hasil monitoring atas pembangunan perumahan di wilayah Simeulue yang ditemukan Badan Pekerja Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh dan KPBS, diketahui bahwa khusus di wilayah Simeulue, realisasi atas pembangunan bantuan kepada masyarakat cukup lambat dan sangat memprihatinkan, padahal diketahui daerah tersebut merupakan daerah terparah kejadian bencana baik tsunami maupun gempa-gempa susulan.

Hasil penulusuran atas bantuan perumahan diketahui bahwa hingga saat ini ada sekitar 746 unit bantuan perumahan dari Re-Kompak yang dibiayai melalui dana-dana MDF-Wold Bank tidak dapat dilanjutkan kerjanya dan terbengkalai, yakni di Kecamatan Simeulue Timur sebanyak 532 unit dan 214 unit terletak di Kecamatan Teupah Selatan.

Sedangkan hasil atas bantuan perumahan yang saat ini sedang dalam realisasi pekerjaan lapangan yang dikerjakan oleh BRR NAD-Nias dan NGO diketahui mencapai angka sebanyak 2.159 unit dalam penanganan, yang tersebar di delapan kecamatan yaitu meliputi Simeulue Timur, Simeulue Barat, Salang, Teupah Selatan, Teupah Barat, Teluk Dalam dan Kecamatan Alafan, dan diprediksikan bantuan perumahan tersebut tidak akan mampu diselesaikan tepat waktu sebagaimana yang telah direncanakan karena banyak kontraktor yang memenangkan proyek tidak melakukan kerja sebagaimana rencana kerja yang ditanda tangani.

Lemahnya Pengawasan

“Banyak terbengkalai pekerjaan rehabilitasi dan rekonstruksi di Simeulue tidak terlepas dari pengawasan yang lemah. Lemahnya pengawasan dilakukan sejak awal pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi dan dampaknya saat ini, dengan banyak proyek-proyek yang terbengkalai,” jelas Haikal.

Ditambahkannya, dari laporan dan wawancara dengan masyarakat korban diketahui, program pembangunan di Simeulue ternyata hanya difokuskan pada hal-hal yang sifatnya tidak menyentuh masyarakat, seperti pembangunan beberapa kantor pemerintahan seperti Kantor BPM, Kantor Dispenda, Kantor Dinas Kelautan dan pembangunan instalasi vertikal seperti Pos AL, dan Asrama Polres Simeulue yang pekerjaannya dipacu dan cepat selesai. Akan tetapi untuk pembangunan bantuan perumahan belum berhasil dibangun dengan sempurna.

Masyarakat Buloh Seuma akhirnya ‘Merdeka’

Tapaktuan,

Harian Aceh, 5 Agustus 2008

Upaya yang dilakukan Pemerintah Aceh Selatan dibawah kendali Husin Yusuf dan daska aziz untuk membebaskan 834 Jiwa masyarakat Kemukiman Buloh Seuma, Kecamtan Trumon, dari keterisolasian, berhasil. Menteri Kehutanan M.S Kaban, telah menyetujui peningkatan ruas jalan Keude Trumon –Buloh Seuma di kawasan suaka marga satwa (SM) Rawa Singkil.

Dengan peningkatan ruas jalan tersebut, arus transportasi dari dan ke Buloh Seuma tidak lagi mengnakan jalur laut yang tidak menentu waktu sampai ketujuan. Begitu pula sumber-sumber kehidupan lainnya yang harus diperoleh masyarakat di daerah tersebut. “ Pemerintah Kabupaten Berusaha semaksimal mungkin untuk mensejahterakan masyarakatnya. Jadi bila ada warga yang masih sulit untuk dijangkau dengan transportasi darat, dipermudah. Hal ini seperti yang sudah kita lakukan untuk membebaskan masyarakat di Kemukiman Buloh Seuma,” Kata Husen yusuf dalam acara Sosialisasi peningkatan ruas jalan ke Buloh Seuma di Oproom Kantor Bupati setempat, Rabu (3/9).

Bupati didampingi Dandim 0107 Letkol Arm.Erwin Septiansyah, dan Kapolres Aceh Selatan, AKBP Cahyo Budisiswanto, serta Kepala SKPD, menerangkan, meskipunMenteri Kehutanan telah memberikan izin, namun ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi pemerintah kabupaten

Sesuai isi surat Menteri Kehutan yang dilayangkan kepada Bupati Aceh Selatan, bernomor S.493/Menhut-IV/2008 tertanggal 25 Agustus 2008.

Dia merincikan, di antaranya ruas jalan sepanjang 7,6 KM agar dicarikan alternatif diluar kawasan suaka sehingga perlu pengaturan ulang trayek jalan Keude Trumon –Buloh Seuma, yang tumpang tindih dengan kawasan SM Rawa Singkil. Selain itu, Kaban melalui suratnya juga meminta komitmen dari pemerintah kabupaten setempat untuk membantu pengamanan SM Rawa Singkil dan meminimalkan dampak negatif yang timbul akibat peningkatan ruas jalan tersebutterhadap kelestarian SM Rawa Singkil. Karenanya, Husen Yusuf mengajak semua komponen yang ada, terutama masyarakat Trumon, untuk bersama merealisasikan permintaan Menteri Kehutanan.

Kemukimam Buloh Seuma, Trumon, dihuni sekitar 834 Jiwa atau 165 KK, yang terbagi dalam tiga Desa. Ia merupakan Daerah yang selam ini belum menikmati arti sebuah Kemerdekaan yang hakiki. Peningkatan ruas jalan ke daerah itu yang sempat dihentikan oleh Pihak BKSDA setempat pada tahun 2007 lalu, kini dapat diteruskan dan telah mendapat restu dari Pemerintah Pusat. Artinya, pembangunan tersebut berdampak ada masyarakatnya dan daklam waktu dekat sudah dapat menikmati berbagai fasilitas kesehatan dan pendidikan yang maksimal.

Direktur yayasan Insosdes, Teuku Masrizar, mengatakan, Lembaganya ditunjuk pemerintah daerah bersama lembaga Rimueng Lam Kaluet untuk mengamankan SM Rawa Singkil. “Komitmen merupakan landasan lembaga kami atas apa yang telah dilafazkan saat meminta persetujuan menteri guna peningkatan jalan tersebut”, kata Masrizal.

Publikasi Isu ALA dan ABAS Jangan Meresahkan Masyarakat

Analisa
Kamis, 21 Agustus 2008

juru bicara Kaukus Pantai Barat dan Selatan (KPBS) Aceh, TAF Haikal mengharapkan, isu pemekaran Aceh dengan pembentukan Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) dan Aceh Barat Selatan (ABAS) yang dipublikasikan di media massa, jangan sampai berdampak pada keresahan masyarakat, apalagi menjelang penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2009.

la menyatakan, informasi yang disiarkan salah satu media cetak beberapa hari lalu terkait keluarnya Amanat Presiden (Ampres) tentang pemekaran lima provinsi dan 12 kabupaten/kota di Indonesia, termasuk di Aceh, dinilai keliru.

Menurutnya, isu pemekaran Aceh akan berpotensi konflik jika media massa tidak berhati-hati dalam menyiarkan berita, apalagi kalau sumbernya tidak berkompeten.

“Saya berharap dan mengimbau setiap berita yang akan disebarluaskan kepada publik, media massa agar tidak menimbulkan keresahan dan kesalahpahaman dalam masyarakat sebagai upaya kita bersama mencegah jangan sampai Aceh kembali didera konflik bersenjata,” ujar Haikal kepada wartawan di Banda Aceh, Rabu (20/8)

Dijelaskan, peran serta media massa penting untuk menyelamatkan proses perdamaian di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pasca perjanjian damai (MoU) antara Pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, 15 Agustus 2005.

Selektif

“Begitu besarnya peran media massa agar perdamaian di Aceh terus berjalan baik. Karenanya, saya berharap agar media massa lebih selektif dalam menyiarkan berbagai informasi bagi keselamatan MoU Helsinki,” katanya.

TAF Haikal mencontohkan, dampak dari pemberitaan dua hari terakhir tentang isu pemekaran ALA dan ABAS telah menimbulkan berbagai tanggapan beragam dalam masyarakat, ada yang mendukung dan menolak.

Padahal, situasi Aceh saat ini masih dalam kategori proses transisi dari konflik ke damai sehingga masyarakat mudah tersulut provokatif. Memang, jelasnya, masalah pemekaran sebuah wilayah itu bukanlah “barang haram” yang tidak diperbolehkan di Indonesia yang menjunjung tinggi demokrasi.

“Tapi khusus untuk Aceh, saya juga berharap pemerintah pusat agar hati-hati dalam mengambil keputusan serta kebijakan,” kata TAF Haikal.

Jika dalam Undang Undang (UU) Nomor. 32 Tahun 2004, menjelaskan bahwa pemekaran sebuah wilayah di Indonesia itu dimungkinkan, namun implementasinya maka wacana pemekaran harus dilihat dengan cermat dari berbagai aspek seperti filosofis, yuridis dan aspek sosio-demografis, katanya. (mhd)

Peran media penting selamatkan perdamaian Aceh

WASPADA ONLINE, 19 agustus 2008

BANDA ACEH - Peran serta media massa penting untuk menyelamatkan proses perdamaian di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pasca perjanjian damai (MoU) antara Pemerintah dengan pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, 15 Agustus 2005.
"Begitu besar peran media massa agar perdamaian di Aceh terus berjalan baik. Karenanya, saya berharap agar media massa lebih selektif dalam menyiarkan berbagai informasi bagi keselamatan MoU Helsinki," kata Jurubicara Kaukus Pantai Barat dan Selatan (KPBS) Aceh TAF Haikal di Banda Aceh, Selasa.
Dia menyatakan, informasi yang disiarkan salah satu media cetak beberapa hari lalu terkait keluarnya amanat presiden (ampres) tentang pemekaran lima provinsi dan 12 Kabupaten/kota di Indonesia, termasuk di Aceh, dinilai keliru.
"Saya berharap isu pemekaran provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) dan Aceh Barat Selatan (ABAS) yang dipublikasikan di media itu jangan sampai berdampak pada keresahan masyarakat, apalagi menjelang pemilu," tambahnya.
Karena itu, ia menyatakan isu pemekaran Aceh akan berpotensi konflik jika media massa tidak berhati-hati dalam menyiarkan berita, apalagi kalau sumbernya tidak berkompeten.
"Sekali lagi saya berharap dan mengimbau setiap berita yang akan disebar luaskan kepada publik oleh media massa agar tidak menimbulkan keresahan dan kesalahpahaman dalam masyarakat," katanya.
TAF Haikal mencontohkan dampak dari pemberitaan dua hari terakhir tentang isu pemekaran ALA dan ABAS telah menimbulkan berbagai tanggapan beragam dalam masyarakat, ada yang mendukung dan menolak.
Padahal, tambahnya, situasi Aceh saat ini masih dalam kategori proses transisi dari konflik ke damai sehingga masyarakat mudah tersulut provokasi.
Memang, jelasnya, masalah pemekaran sebuah wilayah itu bukanlah "barang haram" di Indonesia yang menjunjung tinggi demokrasi.
"Tapi khusus untuk Aceh, saya berharap pemerintah pusat agar hati-hati dalam mengambil keputusan serta kebijakannya," kata dia.
TAF Haikal juga menjelaskan bahwa walaupun pemekaran sebuah wilayah di Indonesia itu dimungkinkan, namun implementasinya harus dilihat dengan cermat dari berbagai aspek seperti filosofis, yuridis dan aspek sosio-demografisnya.