Jangan Ada Kepentingan Kelompok

LSM Tanggapi Kelambanan APBA

Serambi Indonesia, 7 Mei 2008

BANDA ACEH - Kendati masa kerja tahun anggaran 2008 tinggal tujuh bulan lagi, namun pihak DPR Aceh belum juga mengesahkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (RAPBA) tahun ini. Lambatnya pengesahan RAPBA 2008 itu disebabkan adanya penambahan program dan kegiatan yang berakibat defisit anggaran sebesar Rp 1,8 triliun oleh kalangan dewan.
Karena itu, aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) mendesak agar jangan ada kepentingan kelompok atau individu tertentu dalam pembahasan dan pengesahan RAPBA 2008. Sebab, belum disahkannya tahun ini menunjukkan semakin buruknya kinerja anggaran Pemerintah Aceh.
Keterlambatan pengesahan RAPBA 2008 bukan disebabkan karena faktor yang bersifat substantif, tapi terindikasi kuat karena hal-hal yang bersifat kepentingan kelompok atau individu anggota DPRA. Jadi, untuk mempercepat pengesahan RAPBA, maka kepentingan-kepentingan kelompok atau individu harus dihilangkan, kata Koordinator GeRAK Aceh, Akhiruddin Mahjuddin, menjawab Serambi, kemarin.

Indikasi itu, menurutnya, tercermin dari adanya beberapa kali penambahan usulan program atau kegiatan oleh panitia anggaran (panggar) legislatif. Pagu anggaran yang awalnya disepakati Rp 7,7 triliun mengalami revisi sebanyak dua kali, yakni Rp 8,069 triliun dan Rp 8,513 triliun.

Dikatakan, penambahan program bukan saja mengakibatkan terjadinya defisit anggaran sebesar Rp 1,8 triliun, tapi juga berdampak pada semakin lamanya anggaran disahkan serta dapat dipastikan serapan anggaran akan makin kecil. Besarnya defisit anggaran menunjukkan orientasi anggaran kita pada inefisiensi dan pemborosan anggaran publik, apalagi jumlah tambahan program sebesar Rp 443,7 miliar terindikasi merupakan program titipan legislatif, jelas Akhiruddin.

Fenomena itu, lanjutnya, makin menunjukkan bahwa anggota DPRA lebih mengutamakan kepentingan kelompok dan individu dari kepentingan masyarakat Aceh. Harusnya yang dewan lakukan adalah mencermati secara teliti usulan program SKPA dan kemudian direvisi sesuai kebutuhan masyarakat Aceh, bukan malah menambah program yang pada akhirnya mengakibatkan pemborosan anggaran, timpal putra Bugis yang jebolan Fakultas Ekonomi Unsyiah ini.

Masa kerja yang hanya tinggal tujuh bulan lagi, sebut Akhiruddin, harusnya menjadi pertimbangan penting bagi DPRA untuk segera mengesahkan APBA 2008, bukan justru menambah usulan kegiatan. Padahal, keterlambatan pengesahan APBA 2008 akan berdampak pada terganggunya pelayanan publik serta pembangunan di Aceh.

Ia juga menjelaskan, anggaran yang seharusya dapat menstimulans sektor riil untuk memberikan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan bagi masyarakat Aceh tidak dapat tercapai. Hal ini, katanya lagi, juga akan mengganggu tercapainya tujuan program Pemerintah Aceh untuk menekan angka kemiskinan, angka pengangguran, angka kematian ibu dan bayi, angka gizi buruk, angka usia putus sekolah, serta tersedianya lapangan pekerjaan.

Kondisi ini, menurut Akhiruddin, juga akan mengakibatkan makin buruknya kualitas hidup masyarakat Aceh. Selain itu, keterlambatan pengesahan anggaran akan berdampak pada rendahnya kualitas proyek atau tidak sesuai dengan bestek, karena dikerjakan dengan tergesa-gesa. Dampak yang lain yaitu akan terjadi penunjukkan langsung pada pelaksanaan proyek yang pada akhirnya mendorong Pemerinthan Aceh ke dalam lubang korupsi dan kolusi, jelasnya.

Bahkan, tambah Akhiruddin, keterlambatan pengesahan mengakibatkan Aceh akan mendapat sanksi penundaan 25 persen Dana Alokasi Umum (DAU) serta pencairan Dana Alokasi Khusus (DAK). Akumulasi akibat yang ditimbulkan dari keterlambatan pengesahan APBA berakibat pada kerugian di pihak masyarakat Aceh. Kerugian masyarakat akibat kelalaian DPRA dan Pemerintah Aceh dapat dikategorikan sebagai kejahatan anggaran atau kejahatan kemanusiaan, katanya.

Karena itu, sambung Akhiruddun, GeRAK Aceh mendesak Pengesahan RAPBA 2008 demi kelancaran pelayanan publik dan pembangunan di Aceh, mengecam adanya tindakan yang menghambat pengesahan APBA 2008 dengan dalih masih banyak program yang perlu diusulkan, padahal usulan tersebut bukanlah mengakomodasi kepentingan rakyat, dan penambahan program dan kegiatan yang berakibat defisit anggaran sebesar Rp 1,8 triliun adalah tidakan irasional yang dipertontokan kalangan DPRA.

Terjadi penyimpangan

Pernyataan senada juga diungkapkan Juru Bicara Kaukus Pantai Barat-Selatan, TAF Haikal kepada Serambi, Selasa (6/5). Menurutnya, bila RAPBA tahun ini tak segera disahkan, maka berbagai akibat harus ditanggung oleh masyarakat Aceh.

Di antara akibat itu, sebutnya, masyarakat Aceh takkan mendapatkan pelayanan dan hak-hak dasarnya yang seharusnya diselenggarakan oleh Pemerintahan Aceh secepatnya. Ini adalah bagian dari pelanggaran hak-hak dasar rakyat. Apa pun alasannya, rakyat tetap tidak butuh yang muluk-muluk. Rakyat tak ingin lagi sebatas komitmen dan janji politik.

Bagaimana rakyat dapat mendapatkan pelayanan kesehatan yang murah bila anggaran belum juga disahkan? Bagaimana rakyat dapat menikmati pendidikan yang baik bila RAPBA tak juga tuntas hingga hari ini, ujarnya seraya menyatakan masyarakat butuh bukti nyata komitmen legislatif dan eksekutif bertanggung jawab dalam mengelola anggaran yang mampu mensejahterakan rakyat.

Selain itu, lanjut Haikal, makin lambat RAPBA 2008 disahkan, maka makin besar pula peluang terjadinya penyimpangan pengelolaan anggaran hingga tumbuh suburnya korupsi di Aceh. Bagaimana mungkin waktu yang singkat, dapat mengelola anggaran sebesar 8 triliun lebih secara efektif dalam masa tujuh bulan. Karena itu, kami menghimbau agar semua pihak beritikad baik dalam percepatan pengesahan RAPBA 2008, harapnya.

Percepatan pengesahan RAPBA, kata Haikal lagi, merupakan bagian dari upaya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah Aceh dan DRPA serta kelanggengan perdamaian di Aceh. Bahkan, sebutnya, rakyat juga berpikir bagaimana percepatan RAPBA tahun ini mampu membangun Aceh yang adil dan tak menimbulkan kesenjangan pembangunan antardaerah di Aceh.

Karena itu, Pemerintah Aceh dan DPR Aceh harus membuka mata hati, mata jiwa, perasaan, dan meninggalkan semua kepentingan politik dan golongan, sehingga tidak lahir kejahatan politik anggaran dalam RAPBA 2008, timpalnya.

Ia juga mengatakan, keterlambatan pengesahan RAPBA seakan menjadi pembenaran terhadap isu yang menyatakan adanya tarik-menarik kepentingan di antara para elite politik di Aceh. Rakyat berharap agar tarik-menarik kepentingan di balik terus molornya pengesahan RAPBA 2008 itu tidak digunakan untuk kepentingan partai politik sebagai persiapan pundi-pundi menjelang Pemilu 2009, tukas Haikal.

Agar kondisi seperti saat ini tak terulang lagi, tambah Haikal, untuk anggaran tahun depan ia sarankan agar adanya perencanaan pembangunan yang terintergrasi dilakukan bersama antara pemerintah provinsi dengan kabupaten/kota yang dimotori oleh masing-masing bappeda. Sehingga, apabila ada daerah yang terlambat menyusun rencana pembangunan, dia akan malu pada kabupaten di sekitarnya, begitu juga sebaliknya dengan provinsi, pungkas TAF Haikal. (jal)

Tidak ada komentar: