Publikasi Isu ALA dan ABAS Jangan Meresahkan Masyarakat

Analisa
Kamis, 21 Agustus 2008

juru bicara Kaukus Pantai Barat dan Selatan (KPBS) Aceh, TAF Haikal mengharapkan, isu pemekaran Aceh dengan pembentukan Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) dan Aceh Barat Selatan (ABAS) yang dipublikasikan di media massa, jangan sampai berdampak pada keresahan masyarakat, apalagi menjelang penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2009.

la menyatakan, informasi yang disiarkan salah satu media cetak beberapa hari lalu terkait keluarnya Amanat Presiden (Ampres) tentang pemekaran lima provinsi dan 12 kabupaten/kota di Indonesia, termasuk di Aceh, dinilai keliru.

Menurutnya, isu pemekaran Aceh akan berpotensi konflik jika media massa tidak berhati-hati dalam menyiarkan berita, apalagi kalau sumbernya tidak berkompeten.

“Saya berharap dan mengimbau setiap berita yang akan disebarluaskan kepada publik, media massa agar tidak menimbulkan keresahan dan kesalahpahaman dalam masyarakat sebagai upaya kita bersama mencegah jangan sampai Aceh kembali didera konflik bersenjata,” ujar Haikal kepada wartawan di Banda Aceh, Rabu (20/8)

Dijelaskan, peran serta media massa penting untuk menyelamatkan proses perdamaian di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pasca perjanjian damai (MoU) antara Pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, 15 Agustus 2005.

Selektif

“Begitu besarnya peran media massa agar perdamaian di Aceh terus berjalan baik. Karenanya, saya berharap agar media massa lebih selektif dalam menyiarkan berbagai informasi bagi keselamatan MoU Helsinki,” katanya.

TAF Haikal mencontohkan, dampak dari pemberitaan dua hari terakhir tentang isu pemekaran ALA dan ABAS telah menimbulkan berbagai tanggapan beragam dalam masyarakat, ada yang mendukung dan menolak.

Padahal, situasi Aceh saat ini masih dalam kategori proses transisi dari konflik ke damai sehingga masyarakat mudah tersulut provokatif. Memang, jelasnya, masalah pemekaran sebuah wilayah itu bukanlah “barang haram” yang tidak diperbolehkan di Indonesia yang menjunjung tinggi demokrasi.

“Tapi khusus untuk Aceh, saya juga berharap pemerintah pusat agar hati-hati dalam mengambil keputusan serta kebijakan,” kata TAF Haikal.

Jika dalam Undang Undang (UU) Nomor. 32 Tahun 2004, menjelaskan bahwa pemekaran sebuah wilayah di Indonesia itu dimungkinkan, namun implementasinya maka wacana pemekaran harus dilihat dengan cermat dari berbagai aspek seperti filosofis, yuridis dan aspek sosio-demografis, katanya. (mhd)

Tidak ada komentar: