KPBS Nilai BRR Semakin Curang

Kaukus Pantai Barat-Selatan (KPBS) menilai kebijakan yang diambil Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh-Nias, akhir-akhir semakin curang, dan tidak berpihakan pada korban. Padahal badan yang dipimpin Kuntoro tersebut seharusnya lebih mementingkan kepentingan korban tsunami dan gempa sebagai mana diamanahkan Perpres, malah hal itu diabaikan begitu saja. Buktinya sampai saat ini tuntutan korban tsunami untuk dana rehab rumah Rp 15 juta belum juga dipenuhi. Malah sebaliknya badan tersebut memperhatikan hal-hal yang di luar kepentingan korban bencana dan tidak ada dalam Blueprit seperti, pembangunan beberapa kantor kejaksaan yang tidak rusak karena tsunami, ungkap TAF Haikal kepada Serambi, Sabtu (19/4).

Bukan itu saja, beber Haikal, untuk kegiatan pekan kebudayaan yang diberinama Diwana Cakradonya malah BRR memberi dana mencapai Rp 3 miliar. Sebenarnya kita tidak mempersoalkan hal seperti itu, kalau hak-hak korban terlebih dahulu dipenuhi. Karena itu tugas utamanya, maka kita nilai kebijakan yang diambil BRR yang dituntut korban tidak dipenuhi itu tindakan curang, ujar Haikal.

Namun yang lebih menyedihkan, katanya, pernyataan T Kamaruzzaman (sekretaris BRR Aceh-Nias) melalui media beberapa hari lalu yang dinilai tidak mencermin sebuah solusi menyangkut tuntutan korban stunami soal dana rehab rumah Rp 15 juta.
Penjelasan panjang, salah satu orang penting di BRR itu, katanya, justru mencerminkan pengaburan masalah walau secara sekilas tampak sedang menjelaskan kerangka prosedural terkait pengelolaan anggaran APBN.

Siapa pun tahu, lanjutnya, bahwa badan ini diberi mandat untuk melakukan koordinasi program rehabilitasi dan rekontruksi yang dilakukan oleh berbagai pihak. Dan, pada saat yang sama juga menjadi pelaksana dari program dan kegiatan rehab/rekon baik di Aceh dan Nias. Untuk yang terakhir ini, BRR NAD -NIAS mendapat kesempatan yang luas untuk melakukan penyusunan rencana, pelaksanaan kegiatan, dan lainnya terkait dengan manajemen dan mekanisme kelembagaan, program, dan juga anggaran. Bahwa jika kemudian BRR membutuhkan legalitas dan persetujuan dari berbagai pihak jelas menjadi sebuah keharusan, katanya. Namun, sebagai lembaga yang keberadaannya cukup strategis maka segala sesuatu sangat tergantung pada bagaimana BRR menempatkan sebuah persoalan. Maka posisi lembaga ini bisa dikatakan menjadi aktor kunci baik dalam konteks penyusunan dan pengajuan kegiatan maupun dalam hal pengajuan anggaran, tandas Haikal.

Menjadi sangat tidak cerdas, lanjutnya, manakala berbagai komponen yang ada di Aceh diajak untuk melakukan lobi politik ke DPR dan pemerintah pusat melalui Menteri Keuangan. Karena disaat bersamaan BRR sendiri sudah melakukan sebuah tindakan yang dipandang telah mencederai korban tsunami sekaligus berpotensi merusak harmonisasi sosial. Karena sebagai korban telah dibayar dana rehab rumah Rp 15 juta, sementara korban lain hanya diberiakn Rp 2,5 juta. Ini kan namanya buat konflik baru ditengah masyarakat,

Kalau kemudian BRR mempersoalan jumlah rumah korban yang harus mendapat dana rehab sangatlah banyak sehingga alasannya tidak cukup dana. Ini saya nilai sangat aneh, sebab untuk kepentingan yang di luar korban ada dananya. Maka saya tegaskan sekali lagi bahwa BRR memang semakin curang dalam melakukan tugasnya di Aceh.

Tidak ada komentar: